Jumat, 23 September 2011

MEMANDANG PERSEMBAHAN PERPULUHAN SEBAGAI SEBUAH NAMA

            Persembahan Persepuluhan adalah suatu persembahan warga jemaat kepada Tuhan melalui gereja-Nya, yang sudah dimulai oleh bapa segala orang beriman yaitu Abraham, dan kemudian diingatkan oleh Tuhan pada zaman Torat, serta diteguhkan oleh Tuhan Yesus Kristus pada zaman Perjanjian Baru. Dalam alkitab berbahasa Inggris untuk istilah persepuluhan dipakai kata Tithes yang berarti sepersepuluhan dari penghasilan ( yang diberikan kepada Gereja).
            Dalam tulisan ini ingin mengungkapkan pandangan tentang persembahan persepuluhan jika dinilai dari segi nama dan bagaimana menyikapi persembahan persepuluhan itu sendiri.
            Mungkin ada pertanyaan untuk nama persembahan tersebut. Mengapa harus digunakan nilai sejumlah sepersepuluh? Apakah ada artinya? Mengapa tidak digunakan jumlah yang lain, misalnya 5%; 7%; 8%; 10,5%; 11% atau 20% dan seterusnya. Adakah alasan khusus untuk jumlah sepuluh persen terebut? Apakah semua warga geraja sudah paham penggunaan nama tersebut. Tentu saja sulit untuk menjawab pertanyaan itu secara pasti, walaupun pasti ada jawabnya. Semua pertanyaan tersebut boleh untuk dipelajari terus menerus, tetapi jangan sampai menjadi batu sandungan bagi kita dalam melaksanakan ibadah, khususnya dalam memberikan persembahan.
            Persembahan merupakan ungkapan rasa syukur manusia terhadap Tuhan atas segala anugerah yang telah diberikan-Nya. Seberapa besarkah persembahan yang harus diberikan kepada Tuhan, secara keseluruhan tentu saja sulit dinilai dari segi jumlah. Karena anugerah yang telah diberikan Tuhan kepada manusia tidak terhingga nilainya sehingga sudah sewajarnya manusia bersyukur dalam segala hal, dan dalam hal ini secara spesifik dapat berupa persembahan persepuluhan.
 Jika kita memahami persembahan persepuluhan sebagai sebuah nama, maka jumlah nominal yang harus kita persembahakan tidaklah harus 10% dari penghasilan kita karena nilai 10% hanyalah sebuah nama dan bukan merupakan tujuan dari maksud persembahan tersebut. Sebab jika kita memahami nilai 10% sebagai tujuan(keharusan) maka itu bisa mengaburkan arti dari persembahan itu sendiri yaitu yang semula sebagai wadah untuk mengucapkan rasa syukur tetapi berubah menjadi target yang harus dipenuhi dalam pengertian materi saja. Sehingga orang akan merasa berdosa atau bersalah hanya karena tidak  dapat memenuhi jumlah 10% tersebut, atau mungkin justru merasa bangga jika sudah dapat memberikan persembahan sebanyak 10% dari total penghasilannya. Tentu saja tidak, karena hal tersebut sama juga dengan hukum taurat yang mengikat, sehingga manusia akan merasa suci jika bisa melaksanakan peraturan atau ketentuan tersebut.  Padahal persembahan persepuluhan bukanlah hukum taurat, tetapi merupakan sarana untuk mengungakapkan rasa syukur atau suatu ekspresi iman kita.
            Secara ekonomi apabila persembahan persepuluhan kita terapkan dalam konteks kehidupan sekarang, maka nilai 10% bukanlah hal yang mutlak,  karena kondisi ekonomi setiap warga jemaat jelas berbeda satu dengan yang lainnya. Sehingga seberapa besar jumlah nominal yang harus diserahkan dalam persembahan persepuluhan adalah relative sesuai dengan keadaan ekonomi masing-masing jemaat. Sebagai contoh, seorang yang berpenghasilan Rp. 100.000,-/bulan kemungkinan cukup berat untuk dapat memberikan 10% dari seluruh penghasilannya untuk mengkhususkannya dalam persembahan persepuluhan, sedangkan seorang yang berpenghasilan Rp. 100.000.000,-/bulan atau lebih, sangatlah tidak bijaksana jika dia hanya mempersembahkan 10% atau 20% bahkan 50% sekalipun dari seluruh penghasilannya bila sisa hartanya yang tidak dipersembahkan masih sangat berlebihan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Bahkan Tuhan Yesus pernah mengatakan bahwa persembahan janda miskin yang hanya dua peser adalah lebih banyak dari semua persembahan yang telah dimasukkan ke dalam peti persembahan pada waktu itu, karena dia mempersembahakan dari kekurangannya bukan dari kelebihannya. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa kebenaran suatu persembahan bukan karena nilai nominalnya tetapi karena tujuannya, yaitu sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan dan bukan sebagai tradisi semata ataupun sebagai ajang gengsi saja.
            Dengan demikian menilai sebuah persembahan sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa syukur merupakan hal yang mutlak, sehingga setiap persembahan yang terjadi akan jauh dari kesan terpaksa karena hanya sekedar untuk memenuhi suatu peraturan tertentu atau mungkin terkesan sebagai lomba untuk menunjukkan status ekonmi setiap warga gereja. Sangat memprihatinkan jika itu yang terjadi.
            Bahkan persembahan persepuluhan sebanyak apapun jumlahnya, apakah itu 10%, 50%, atau 100% tidak akan berarti apa-apa kalau motivasi dibalik persembahan itu bukan merupakan wujud ekspresi iman. Oleh karena itu yang merupakan hal pokok dalam persembahan persepuluhan bukanlah terletak  pada namanya, tetapi terdapat pada tujuannya. Nah, bagaimana dengan kita, apakah persembahan yang kita berikan sudah merupakan wujud ekspresi iman kita? Karena itu, ayo berintrospeksi.

           






Tidak ada komentar:

Posting Komentar