Senin, 03 Oktober 2011

TALENTA KITA SEBESAR APA?


Talenta, suatu kata atau ungkapan yang cukup populer. Seringkali kita mendengar talenta diartikan sebagai bakat. Bakat adalah kemampuan dominan atau potensi dominan yang ada pada diri seseorang. Jika ada seorang anak yang pandai menyanyi maka dia akan dianggap mempunyai talenta (bakat) menyanyi, jika ada seorang anak yang pandai melukis maka dia akan dianggap mempunyai talenta (bakat) melukis, sebaliknya jika ada seorang anak yang tidak pandai menyanyi atau melukis, mungkin dia akan dianggap tidak mempunyai talenta (bakat) menyanyi atau melukis. Ya, itu tadi beberapa contah yang menggambarkan bahwa sebagian besar orang mengartikan talenta sebagai sebuah bakat.
Hal kerajaan sorga, pernah diumpamakan oleh Tuhan Yesus dalam perumpamaan mengenai talenta-talenta. Dalam hal ini, kerajaan sorga diumpamakan sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberikan lima talenta, yang seorang lagi dua talenta dan yang seorang lagi satu talenta, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat. Orang yang mengadakan perjalanan ke negeri jauh menggambarkan Yesus yang ketika mengutarakan perumpamaan ini, tidak lama lagi akan meninggalakan dunia menuju sorga. Sedangkan hamba-hamba atau pelayan-pelayan menggambarkan pengikut-pengikut Yesus. Kepada hamba-hambaNya Yesus menyerahkan hartaNya, sesuatu yang harus digunakan bagi Yesus sendiri. Ia memberikan masing-masing menurut kesanggupannya, masing-masing mempunyai tempat dalam rencana kekekalan sorga.
Nah, sekarang kita kembali lagi pada masalah pengertian talenta sebagai sebuah bakat. Pengertian talenta sebagai sebuah bakat hampir sudah menjadi hal yang bersifat pendapat umum. Dalam kamus bahasa inggris kata talent berarti bakat, tapi dalam perumpamaan talenta yang pernah Yesus sampaikan, apakah telenta boleh kita artikan hanya sekedar sebagai sebuah bakat saja, karena kita tahu bahwa bakat hanyalah kemampuan atau potensi dominan yang ada pada diri seseorang. Tetapi dalam perumpamaan tentang talenta-talenta tersebut, bukankah talenta-talenta yang dipercayakan Yesus kepada hamba-hambaNya menggambarkan karunia atau berkat-berkat yang dianugerahkan Allah kepada kita. Sehingga apabila kita mengartikan talenta hanya sebagai sebuah bakat, bukankah itu sangat mengecilkan atau meremehkan arti talenta yang sesungguhnya, yang sebenarnya amat sangat besar, karena anugerah yang telah diberikan Allah kepada kita tak terhitung jumlahnya, karena anugerah Allah kepada kita bukan hanya bakat saja, tapi masih banyak lagi anugerah selain bakat yang bisa kita gunakan bagi kemuliaan nama Allah.
Pengertian talenta sebagai sebuah bakat sering digunakan seseorang untuk menghindar dari kewajibanya, yaitu pelayanan. Mungkin kita sering menjumpai warga gereja yang hanya mau ambil bagian dalam pelayanan, jikalau pelayanan tersebut sesuai dengan bakatnya, misalnya seorang warga gereja mau mengikuti kegiatan paduan suara digerejanya, karena dia merasa pandai menyanyi, sedangkan untuk kegiatan lain tidak perlu diikuti karena kegiatan yang lain tidak sesuai dengan talentanya (bakatnya). Contoh lainya, mungkin diantara anda ada yang pernah mendengar orang yang mengatakan bahwa “talenta saya hanya sedikit sekali karena saya hanya seorang bodoh yang miskin, sehingga tidak dapat berbuat apa-apa bagi orang lain” atau mungkin anda pernah mendengar orang kaya yang berkata: “aku sudah banyak menyumbang bagi gereja jadi aku tidak perlu lagi mengikuti kegiatan gereja”. Jadi kita sering tidak mau melakukan pekerjaan ini atau itu dengan alasan kita tidak mempunyai talenta (bakat), tapi bukankah itu menunjukkan bahwa kita hanya mau seenaknya sendiri, hanya mau melakukan hal-hal yang mudah saja karena kita berbakat dalam bidang tersebut atau kita menguasai hal tersebut atau kita mempunyai harta dan kekuasaan untuk melakukan hal tersebut.
  Talenta adalah seluruh anugerah Allah yang telah diberikan kepada manusia, talenta adalah harta yang dititipkan kepada kita, yang wajib kita gunakan semaksimal mungkin untuk kemuliaan nama Allah. Talenta harus didayagunakan semaksimal mungkin sebagai wujud iman kita kepada Allah. Seperti dalam perumpamaan tentang talenta-talenta bahwa Allah berharap agar kita mau mengusahakan semua talenta (anugerah Allah) tanpa terkecuali untuk kemuliaanNya, bukan malah menyimpannya dan membiarkan semua itu menjadi mubazir, seperti yang telah dilakukan seorang hamba yang hanya mengubur talenta yang diberikan kepadanya.
Sadarkah kita bahwa Allah telah memberikan talenta yang begitu luar biasa kepada kita? Sadarkah kita bahwa baru sebagian kecil saja yang telah kita gunakan  untuk memuliakan Allah? Atau mungkin kita malah menguburnya. Jadi kalau kita harus menjawab pertanyaan dari judul diatas: Talenta kita sebesar apa? Mungkin kita tidak akan bisa menjawabnya, karena begitu besarnya anugerah yang telah Allah berikan kepada kita. Dan apa yang telah kita perbuat dengan talenta-talenta itu? Apakah kita sudah menggunakan semua talenta kita untuk kemuliaan nama Allah? Karena itu, ayo berintrospeksi.




Sabtu, 01 Oktober 2011

APAKAH MEROKOK ITU DOSA?


Merokok dosa atau tidak? Suatu pertanyaan yang sering kita dengar tetapi sulit untuk dijawab. Sering terjadi perdebatan apakah merokok itu berdosa atau tidak. Kenyataan yang terjadi, biasanya perdebatan dilakukan oleh pihak yang merokok dan yang tidak merokok. Banyak gembala sidang yang berkotbah bahwa merokok adalah dosa, tapi tidak sedikit pula gembala sidang yang mempunyai kebiasaan merokok. Wah… bagaimana nih kok bikin bingung. Nah, kalau sudah begini pasti yang terjadi adalah debat kusir, semua ingin menangnya sendiri.
Kalau kita mau jujur, suatu tindakan itu bisa menjadi dosa atau tidak tergantung dari motivasi yang ada dalam hati kita. Kalau tindakan kita bertujuan untuk memuliakan nama Allah pasti itu bukan dosa, tetapi jika dengan tindakan itu nama Allah dicemarkan, maka tindakan tersebut adalah dosa. Sebab menilai suatu tindakan adalah dosa atau tidak ukuranya adalah kasih, apakah dengan tindakan tersebut kita bisa lebih mengasihi Allah dan  sesama atau justru sebaliknya.
Nah, apakah merokok mempunyai tujuan untuk mengasihi Allah dan sesama? Jangan terburu-buru menjawab, sebaiknya kita renungkan terlebih dahulu, sebab jawabanya bisa ya atau tidak. Lho, kok bisa begitu? Bukankah merokok itu jelas-jelas merugikan orang lain karena dari asap rokok tersebut bisa mencemari lingkungan sehingga mengganggu kesehatan orang lain. Selain itu merokok juga merugikan diri sendiri, karena akan mengganggu kesehatan, bukankah tubuh ini adalah bait Allah sehingga harus dijaga? Dengan demikian merokok adalah dosa karena melanggar hukum kasih yang menyebabkan diri sendiri dan orang lain tersakiti. Wah...kalau sudah begini pasti banyak sekali orang yang terjerumus dalam dosa “perokokan”, bahkan para gembala sidang pun mungkin banyak juga yang merokok. Tapi ingat jangan terburu-buru dulu mengambil kesimpulan sebab ada baiknya juga lho merokok. Apakah anda kaget?
Merokok merupakan suatu kebiasaan yang banyak sekali penggemarnya, para pecandu akan merasakan betapa nikmatnya menghisap rokok, sehingga kebiasaan itu mungkin sulit sekali untuk ditinggalkan. Merokok yang dibenarkan adalah merokok yang bertanggung jawab. Bertanggung jawab yang bagaimana, bukankah jika dinilai dari segi kesehatan kebiasaan merokok sama sekali tidak memberikan kontribusi yang positip. Memang benar, jika dilihat dari segi kesehatan merokok memang sangat merugikan karena akan berdampak buruk terhadap kesehatan, akan tetapi merokok pun bisa menjadi hal yang positip jika dilakukan untuk tujuan tertentu, misalnya ada beberapa orang yang menghisap rokok sebagai teman dalam mencari ide-ide baru (biasanya para seniman), mungkin dengan merokok mereka dapat lebih berekspersi dalam berkarya seni, sehingga karya yang dihasilkan dapat menghibur banyak orang dan mendatangkan kedamaian hati. Selain itu rokok dianggap sebagai alat yang dapat membuat seseorang menjadi termanjakan sehingga bisa timbul suatu gagasan seperti yang dia inginkan. Bahkan mungkin para pengkotbah handal ada yang merokok pada saat mempersiapkan bahan kotbahnya dan dengan kuasa Roh Kudus kotbahnya mampu membuat banyak orang menjadi bertobat. Bukankah ini adalah hal yang sangat luar biasa? Bahkan mungkin banyak orang yang rela mempertaruhkan kesehatannya dengan merokok demi terciptanya suatu karya yang dapat berguna bagi orang lain, bukankah ini sangat luar biasa karena orang ini mau berkorban demi kebaikan orang lain? Yesus sendiri rela mengorbankan kesehatanNya untuk disiksa para prajurit romawi, bukankah tubuh Yesus juga bait Allah sehingga seharusnya Dia harus menjagaNya? Yesus juga rela mengorbankan harga diriNya untuk dihina banyak orang, dan pada akhirnya Dia rela mengorbankan nyawaNya, dan kesemuanya itu demi keselamatan umat manusia yang dikasihiNya. Bukankah ini adalah suatu karya yang agung dan sangat luar biasa?
Baiklah, disini bukan tempat pembelaan bagi siapapun, bukan tempat untuk mengadili siapapun, tapi yang ingin ditekankan disini adalah sudahkah kita bertanggung jawab dengan perbuatan kita. Sehingga para perokok wajib menguji perbuatannya dengan bertanya pada diri sendiri, misalnya:
1.         Jika kita merokok, apakah itu akan berdampak pada penyaluran kasih kita terhadap sesama?
2.         Jika kita merokok, maukah kita menyendiri agar asap rokok tidak terhisap oleh orang lain?
3.     Jika kita merokok, maukah kita membuang puntung rokok pada tempat sampah?
4.     Jika kita bisa membeli rokok, masih maukah kita mempersembahkan uang atau harta kita untuk gereja?
5.  Jika kita merokok, masih maukah kita mengingat Tuhan betapa besar kasihNya kepada kita?
6. Sebaliknya pertanyaan bagi yang tidak merokok: apakah kita memang benar-benar berusaha menjaga kesehatan kita meskipun kita tidak merokok?
7. Apakah kita mau menjaga pola makan kita meskipun kita tidak merokok?
8. Apakah kita tidak memanjakan diri dengan makanan serba kolesterol yang berbahaya bagi kesehatan kita meskipun kita tidak merokok?
9.            Apakah kita mau berolah raga meskipun kita tidak merokok? 
10. Apakah kita masih sempat memberikan harta kita sebagai persembahan meskipun kita tidak merokok?
11. Apakah kita juga seorang yang rajin beribadah meskipun kita bukan perokok?
Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan sederhana lagi yang bisa kita renungkan, untuk menguji segala tindakan kita. Jadi, dosa atau tidak dosa merokok itu tergantung pada diri kita sendiri, karena hati kita bisa menilai, apakah kita sudah bisa mengasihi Tuhan Allah kita dan sesama kita dengan setulus-tulusnya. Karena itu, ayo berintrospeksi.